Tag Cloud

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani Distributed by SC Community

Sabtu, 25 April 2009

TUHAN HARUS BAGAIMANA INI ???


Pagi ini aku menapakkan kakiku pada jalanan di sekitar kampus, ada pemandangan yang aneh hari ini. Ada apa ya? Ahhh…aku tidak ingat. Perasaan penasaran terhadap diriku sendiri semakin menjadi-jadi, kira-kira apa ya yang terlupakan hari ini?
Hari kedua, dengan jalan agak berat kulangkahkan kakiku menuju bangunan baru yang merupakan kampus baruku, minggu ini masih merupakan awal perkuliahan sehingga jadwal pelajaran pun belum begitu padat….lagi-lagi hari ini ada kelas kosong. Aku duduk di serambi samping kampus, sedikit termenung memikirkan panasnya kota semarang yang semakin menjadi-jadi di siang hari bisa mencapai 38 derajat celcius…cukup panas untuk ukuran gadis berpostur subur sepertiku. Pertanyaan yang sama menghantuiku seakan-akan Tuhan mengingatkanku bahwa masih ada permsalahan yang belum bisa aku jawab, aku lihat disekeliling hanya ada orang berkeliaran dan beerapa pedagang makanan kecil yang menjajakan makanannya. Ditengah lalu lalang orang pandanganku tertuju pada sebuah sudut kecil didekat bak sampah pemuangan di sekitar kampusku.
Aku baru tersadar dari lamunanku, tertuju pada seorang ibu tua yang duduk dan sepertinya sedang menunggu sesuatu.
Sedang apa ya ibu itu, gumamku dalam hati.
Ahhh...mungkin itu pengemis yang biasa mangkal di kampus, nggak heran kalau sekarang lingkungan tempat kuliahku sangat ramai dipadatioleh para pengemis yang entah darimana datannya, keadaan ini seakan menjamur, para pengemis ini biasanya dioplos oleh agen=agen rahasia mereka. Tapi ternyata terkaanku salah, aku lihat ibu itu membawa karung putih yang sangat kumal dan hampir tidak tterlihat warna putihnya lagi. Dia menunggu para pembeli minuman botolan dengan setia di sudut jalan.
Hari ketiga, aku jadi teringat !!! dulu ada ibu-ibu tua yang sering menggarap sampah di kampusku, lalu aku berpikir apakah dia adalah ibu sampah yang biasa aku temui, ternyata setelah aku agak mendekat dan curi-curi pandang tentang dia , maka aku temukan jawabannya, BENAR dia adalah ibu sampah yang biasa aku jumpai lalu kenapa dia sekarang berpindah tempat. Dimanakah tempat ibu itu dulu????
Tempat buangan sampah yang kecil merupaka peggantinya, dulu sering aku lihat ibu itu membawa serta anak dan cucunya untuk memulung, tapi kenapa hanya dia seorang yang melakukan itu, lantas dimana anak dan cucu kecilnya itu? Ingin aku dekati dan menanyakannya, tapi apalah daya jarak sosial yang menuntut aku untuk mengikuti egoisitas sosialku. Tahukah kenapa dia hanya tinggal sendiri? Ternyata tempat sampah yang besar dan banyak menghasilkan uang kini digusur dan dibongkar. Kasian sekali ibu itu, kini ladang penggarapan uangnya itu sirna oleh kepentingan para pejabat setempat. Aku bisa merasakan ketika dia mendengar bahwa wilayahnya akan digusur, maka pasti dia akan menjerit nelangsa dan bermaksud untuk meminta tolong, kekejaman apa lagi ini, dimanakah letak keadilan bagi orang-orang sepeti mereka? Dimana jaminan hidupnya, dan dimana lindungan hukum untuk mereka?
Betapa bodohnya aku ini, selalu menadahkan mukaku keatas sehingga aku malu dan merasa jijik untuk menundukkan pandanganku pada masalah seperti mereka. Heran sekali, orang lebih bangga jika dikenal oleh pejabat, dokter, guru, walikota, camat dan sebagainya. Tapi mengapa orang tidak merasa bangga jika dikenal oleh orang-orang pinggiran seperti mereka sebut saja tukang becak, abang tukang bakso, pemulung, dan kaum-kaum marginal lainnya. Lalu dimana letak naluri kita? Kemanusiaan yang sering dikumandangkan bak teks proklamasi kini hanya menjadi selogan saja dan harapan orang secara realistis adalah kapan negeri ini hancur, seakan-akan kita menjemput nasib buruk. Bahkan Allah pun menyeru manusia untuk berikhtiar. Subhanallah..banyak sekali ayat-ayat tersirat yang dapat kita baca hikmahnya. Maha Benar Allah dengan semua ciptaanNya, Maha Indah dan Maha Sempurnanya Engkau



Tidak ada komentar:

Posting Komentar